Lignoselulosa secara sederhana adalah komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan. Sumber lignoselulosa bisa berasal dari beragam sumber daya alam, seperti produk pertanian, perkebunan, dan hutan.
Sumber utama bahan lignoselulosa yang banyak digunakan adalah berasal dari kayu hutan. Namun, seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, eksploitasi terhadap kayu dari hasil hutan semakin tinggi. Dan, itu tentu membuat produksi kayu juga menurun dan berdampak pula pada pasokan sumber lignoselulosa. Padahal kebutuhan lignoselulosa meningkat dari waktu ke waktu.
Sebagai solusi terhadap kebutuhan lignoselulosa, Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan sumber lain sebagai sumber lignoselulosa. Sumber bahan berlignoselulosa lain yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak adalah limbah perkebunan, limbah pertanian, dan limbah industri pengolahan hasil perkebunan. Contoh limbah perkebunan di antaranya pelepah sawit, batang pohon sawit atau pohon karet yang sudah tidak produktif. Sedangkan contoh dari limbah pertanian misalnya sekam padi, jerami padi, atau jerami sorghum. Tandan kosong sawit dan bagas tebu adalah contoh limbah industri pengolahan hasil perkebunan.

Hingga saat ini, Pusat Penelitian Biomaterial LIPI dengan menggunakan teknologi dan rekayasa bahan dapat mengubah limbah tadi menjadi bahan lignoselulosa hingga produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi seperti bahan konstruksi bangunan, furniture, komponen otomotif, kertas dan lain-lain. Dengan memanfaatkan sumber lignoselulosa dari limbah, maka selain dapat memenuhi kebutuhan akan produk bermutu, juga diharapkan dapat tetap menjaga kelestarian alam. Di sisi lain, Sulaeman juga melihat selain kayu dan limbah, sangat penting untuk mengeksplorasi sumber lignoselulosa lain yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk dengan nilai tambah tinggi. “Bahan berlignoselulosa yang potensial untuk dimanfaatkan adalah tumbuhan berlignoselulosa non kayu seperti bambu, sisal, kenaf, dan serat alam lainnya,” terangnya.
Dikatakannya, kelebihan dari lignoselulosa non kayu adalah dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat yaitu 2-3 tahun. “Namun umumnya tingkat keragaman sifatnya sangat bervariasi, sehingga perlu sentuhan teknologi untuk mendapatkan produk dengan standar yang seragam,” pungkasnya. (PPB/LIPI)